Jakarta (LPTQ
Nasional), Menteri Agama Republik Indonesia (Menag RI) Prof. Dr. KH. Nasaruddin
Umar menegaskan bahwa Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) bukan hanya
memperlombakan seni baca Al-Qur’an tetapi merupakan bentuk manifestasi
kecintaan kepada Al-Qur’an. Hal ini disampaikan Menag pada pembukaan MTQ
Internasional ke-IV 2025 di Jakarta.
Acara ini
dilaksanakan pada tanggal 28 Januari sampai 2 Februari 2025 di Grand Sahid Jaya
Jakarta dengan tema “Al-Qur’an, Environment, and Humanity for Global Harmony”.
“MTQ merupakan
bentuk manifestasi kecintaan kita kepada Al-Qur’an. Kenapa? Karena Al-Qur’an
adalah Firman Allah (Kalam Allah)”, tegas Menag Nasaruddin Umar.
Menag Nasaruddin
Umar juga menyampaikan bahwa Al-Qur’an menjadi pusat perhatian masyarakat bukan
hanya Islam tetapi masyarakat dunia. Keadaan ini dibuktikan dengan percetakan
penerbitan Al-Qur’an yang massif dilakukan di dunia dan Al-Qur’an yang menjadi objek
kajian dari berbagai pihak.
“Tidak ada
penerbitan buku yang mampu mengalahkan penerbitan al-Qur’an, bahkan lebih
banyak dibandingkan dengan penerbitan novel The Da Vinci Code karya Dan Brown.
Selain itu al-Qur’an menjadi pusat perhatian, bukan hanya oleh seniman,
politisi, ahli agama bahkan juga bagi para saintis yang banyak mendalami
Al-Qur’an. Semakin (Al-Qur’an) dikaji semakin bermunculan rahasia-rahasia
kedahsyatan Al-Qur’an. Kita juga paham bahwa Al-Qur’an bukan hanya petunjuk
bagi umat Islam saja tetapi rahmatan lil ‘alamin”.
Menag juga
menggariskan bagaimana mengartikulasikan nilai-nilai Al-Qur’an kepada
masyarakat modern yang disebut dengan masyarakat era post truth. Maksudnya
adalah ketika nilai-nilai kebenaran tidak lagi bersandar hanya kepada teks suci
seperti Al-Qur’an tetapi juga ada “otoritas lain” selain teks suci yang
menentukan suatu kebenaran. Bagaimana tetap mengunggulkan Al-Qur’an sebagai
sumber tata nilai yang dapat membimbing seluruh kehidupan masyarakat.
Menag Nasaruddin
Umar menyampaikan bahwa tema “Al-Qur’an, Environment, and Humanity for Global
Harmony” yang diusung dalam MTQ Internasional ini menegaskan bahwa Al-Qur’an
adalah salah satu kitab yang menekankan bagaimana melestarikan lingkungan
merupakan suatu keharusan.
“Ada NGO di Amerika
yang mengatakan ayat-ayat dalam Al-Qur’an, Bible dan Marmur yang termasuk dalam
abrahamic religion menggambarkan manusia sebagai penguasa alam semesta seperti
ayat “ini ja’ilun fi al-ardhi khalifah”, wa sakhkhara lakum ma fi al-samawati
wa ma fi al-ardhi” yang dianggap sebagai dalil untuk mengeksploitasi alam
melampaui daya dukungnya, kata Menag.
Menurut Menag jika
ayat-ayat di atas dibaca secara terpotong memang akan demikian (menghasilkan
pemahaman salah), sehingga kita harus membaca Al-Qur’an secara komprehensif.
Bahwa banyak ayat-ayat dalam Al-Qur’an meskipun menyebut manusia sebagai
Khalifah, di mana alam ditundukkan kepada manusia, tetapi manusia tidak boleh
melampaui batas, “wa la tusrifuu inna Allah la yubb al-musrifin”, tegas Menag.
Menag menggariskan
bahwa sejak awal Al-Qur’an memperkenalkan tidak ada yang disebut benda
mati, wa in min syai’in illa yusabbihu
bi hamdihi wa la kin la tafqahuuna tasbihahum.
Apa makna tasbih?
Tasbih maknanya adalah memuji atau mencintai. Tidak mungkin sesuatu bisa
mencinta tanpa emosi. Jika segala sesuatu memuji Allah maka segala sesuatu itu
memiliki emosi dan dengan demikian segala benda-benda alam yang ada di muka
bumi memiliki emosi. Al-Qur’an memperkenalkan kita seperti itu. Maka kita
diminta untuk bersahabat dengan alam semesta bukan untuk menaklukan,
menjinakkan, membinasakan dan merusak alam semesta, tegas Menag.
Masyarakat modern
seolah-olah mengatakan manusia itu bukan alam, dan yang disebut alam adalah
yang selain manusia. Paradigma ini merupakan salah satu yang menyebabkan
kerusakan alam. Oleh karena itu melalui MTQ ini mari kita mengungkankan dan
menjelaskan bahwa Al-Qur’an adalah salah satu kitab yang akan berusaha untuk
melestarikan alam semesta dengan sugesti, motivasi dan tekanan yang diberikan
Al-Qur’an.
“Tidak mungkin kita
menjadi hamba yang taat dan khusyu’ jika alam lingkungan kita rusak. Tidak
mungkin kita bisa khusyu’ dalam salat jika gempa bumi dan banjir terus menerus
terjadi. Jadi sarana untuk menciptakan ketenangan menjadi abid atau hamba di
muka bumi ini adalah kita harus menjadi khalifah yang sukses menata alam
semesta ini, pungkas Menag.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!