Lembaga Pengembangan Tilawatil
Qur’an adalah suatu lembaga yang bertujuan mewujudkan penghayatan dan
pengamalan Al-Qur’an dalam masyarakat Indonesia yang ber-Pancasila. Lembaga
Pengembangan Tilawatil Qur’an didirikan berdasarkan Surat Keputusan Bersama
(SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 19 Tahun
1977/ No. 151 Tahun 1977 yang ditetapkan di Jakarta pada 7 Mei 1977. Menteri
Agama dan menteri Dalam Negeri RI ketika itu adalah KH A. Mukti Ali dan H Amir
Machmud.
Adapun
tugas pokok lembaga ini sebagai berikut. Menyelenggarakan Musabaqah
Tilawatil Qur’an (MTQ) di tingkat nasional dan daerah Menyelenggarakan
pembinaan tilawah (baca dan lagu), tahfiz (hafalan), tafsir Al-Qur’an (dalam
bahasa Arab dan Indonesia), qira’ah sab‘ah (qiraah tujuh), syarah, dan fahm
(pemahaman) Al-Qur’an. Meningkatkan pemahaman Al-Qur’an melalui penerjemahan,
penafsiran, pengkajian, serta klasifikasi ayat-ayat Al-Qur’an.
Meningkatkan
penghayatan dan pengamalan Al-Qur’an dalam kehidupan. Dasar pembentukan LPTQ
ialah MTQ telah melembaga dan membudaya di masyarakat serta memberikan manfaat
yang besar dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Di samping
pertimbangan tersebut, juga ada pertimbangan lain, yaitu Surat Bersama
Gubernur/Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Gubernur/Kepala Daerah
Tingkat I Sulawesi Selatan serta restu presiden RI yang disampaikan pada
peringatan Nuzulul Qur’an 22 September 1975 di Jakarta dan pada pembukaan MTQ
Tingkat Nasional IX 1976 di Samarinda, ibukota Kalimantan Timur.
Kedudukan,
pengangkatan, dan tanggung jawab pengurus LPTQ diatur sebagai berikut. Pengurus
LPTQ tingkat nasional berkedudukan di ibukota negara, diangkat dan
diberhentikan oleh menteri Agama, serta berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada menteri Agama dan menteri Dalam Negeri. Pengurus LPTQ tingkat
propinsi berkedudukan di ibukota propinsi, diangkat dan diberhentikan oleh
gubernur, serta berada di bawah dan bertanggung jawab kepada gubernur.
Pengurus
LPTQ tingkat kabupaten/kota madya berkedudukan di ibukota kabupaten dan/atau
kota madya, diangkat dan diberhentikan oleh bupati/walikota, serta berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada bupati/walikota. Pengurus LPTQ tingkat
kecamatan berkedudukan di ibukota kecamatan, diangkat dan diberhentikan oleh
camat, serta berada di bawah dan bertanggung jawab kepada camat. Pembinaan dan
kepengurusan LPTQ dari tingkat pusat, tingkat propinsi, tingkat kabupaten/kota
madya, sampai tingkat kecamatan dilaksanakan secara terpadu oleh departemen dan
lembaga yang terkait, yaitu menteri Agama, menteri Dalam Negeri, menteri
Penerangan (kini: menteri Perhubungan), menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(kini: Pendidikan Nasional), menteri Sosial, dan ketua umum Majelis Ulama
Indonesia (MUI).
Organisasi
kepengurusan LPTQ di daerah mengikuti organisasi dan kepengurusan LPTQ tingkat
nasional, serta disesuaikan dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan setempat. Di
samping mampu, syarat untuk menjadi pengurus LPTQ pada semua tingkatan adalah
harus beragama Islam. Cara kerja para pengurus LPTQ bersifat kebersamaan,
dalam arti semua kebijaksanaan dibicarakan, diputuskan, dan dilaksanakan
bersama sesuai dengan pembagia tugas masing-masing, serta dipertanggungjawabkan
bersama.
Adapun
hubungan organisasi antara LPTQ tingkat nasional dan LPTQ tingkat daerah
bersifat pembinaan, bimbingan, dan koordinasi. Hubungan instansional dalam
kegiatan LPTQ dilakukan antara menteri Agama dan gubernur, begitu seterusnya
sampai tingkat kecamatan.